BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berfikir. Tersedianya
sarana tersebut memungkinkan dilakukanya penelahaan ilmiah secara teratur dan
cermat. Penguasaan saran berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat
imperatif bagi seorang ilmuwan tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah
yang baik tidak dapat dilakukan.
Sara
ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Karena itu, sebelum mempelajari
saran-sarana berfikir ilmiah ini setidaknya kita telah menguasai
langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan
sampai pada hakikat yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu
kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain sarana ilmiah
mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan dengan kegiatan ilmiah secara
menyeluruh.
Dengan
demikian penguasaan sarana berpikir ilmiah sangat penting bagi ilmuan agar
dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu
manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan ilmu yang
benar, tanpa menguasai sarana berpikir ilmiah, kegiatan ilmiah yang baik tak
dapat dilakukan.
B.
Rumusan
Masalah
Maka
dalam makalah ini akan membahas tentang :
1. Apakah
sarana berpikir ilmiah?
2. Sarana
apa saja yang terdapat dalam sarana berpikir ilmiah?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
memahami sarana berpikir ilmiah?
2. Untuk
mengetahui sarana-sarana yang terdapatt dalam sarana berpikir ilmia?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1 Sarana Berpikir Ilmiah
Kegiatan
berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan
upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir
dengan langkah – langkah metode ilmiah. Kesemua langkah – langkah berfikir
dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang baik
sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan
hasil yang baik. Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis
adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan
fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi
untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan
sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian
gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai
pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan
Manusia
sering disebut homo faber yaitu mahluk yang membuat alat dan
kemampuan membuat alat yang diinginkan dimungkinkan oleh pengetahuan.
Berkembangnya pengetahuan tersebut juga memerlukan alat alat (Jujun S.
Suriasumantri). Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana
ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik,
sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan
yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari
Sarana
berpikir ilmiah dalam proses pendidikan, merupakan bidang studi tersendiri.
Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita mempelajara
berbagai cabang ilmu dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal yaitu :
1.
Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian
bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan
berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahuai salah satu karakteristik dari
ilmu umpamanya adalah mengguanakan berfikir induktif dan dedukti dalam mendapatkan
pengetahuan. Sarana berfikir ilmiah tidak memperguanakan cara ini dalam
mendapatkan pengetahuanya. Secara lebih tuntas dapat dikatakan bahwa sarana
berpikir ilmiah mempunyai metoode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuanya
dengan metode ilmiah.
2.
Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk
memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan
kita untuk bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana
berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk
mengembangkan materi pengetahuanya berdasarkan metode ilmiah. Atau secara
sederhana, sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam
melakukan fungsinya secara baik. Secara jelas mengapa sarana berpikir ilmiah
mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan
pengetahuanya, sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah,
dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
Berfikir
merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses
bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir
alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang
berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir
ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan
cermat.
Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang
berupa bahasa, logika, matematika, dan statistik. Pada hakikatnya sarana
berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya
diperlukan sarana yang tertentu.
1.2 Sarana-sarana Berpikir Ilmiah
a. Bahasa
Bahasa
memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan
manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan
menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa,
seperti bernafas san berjalan. Padahal bahasa mempunyai
pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari
ciptaan lainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diterangkan bahwa
bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan pada bunyi, lambang,
sistematika, komunikasi.
Hal
yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang di kutip oleh Jujujn S.
Suriasumantri dalam bukunya bahwa, keunikan manusia bukanlah terletak pada
kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Oleh karena
itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal
Symbolicum yaitu mahluk yang mempergunakan simbol. Secara generik istilah
ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam
kegiatan berpikir manusia mempergunakan simbol.
Bahasa
sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi, dan
tanpa komunikasi manusia tidak dapat bersosialisasi. Sebagai sarana komunikasi
maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa,
seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata
lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan
kegiatan berpikir sistematis dan teratur. Dalam kemampuan kebahasaan akan
terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang menyatakan “batas bahasaku
adalah batas duniaku”. Dan pernyataan dari Bloch and Trager mengatakan bahwa
“bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan
oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi”. Sedangkan dari
Josep Broam mengatakan bahwa “bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari
simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu
kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain”.
Dan
dari pernyataan Jujun S. Suriasumantri bahasa dapat dicirikan serangkaian bunyi,
dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat untuk berkomunikasi.
Komunikasi dengan mempergunakan bunyi ini dikatakan juga sebagai kominikasi
verbal, dan manusia yang bermasyarakat dengan alat komunikasi bunyi, disebut
juga sebagai masyarakat verbal.
1.
Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan unsur yang berpadu
dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama
bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan
nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional
yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang
integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang
kebudayaan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan
dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya
perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan
kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
Para ahli filsafat bahasa dan
psikolinguitik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, dan emosi. Sedangkan aliran sisiolinguistik
berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.
Walaupun terdapat perbedaan tetapi pendapat ini saling melengkapi satu sama
lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :
- Koordinator kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
- Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
- Penyampaian pikiran dan perasaan
- Penyenangan jiwa
- Pengurangan kegonjangan jiwa
Kneller mengemukakan tiga fungsi
bahasa sebagaimana yang dikutip dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri yaitu
simbolik, emotif, dan efektif. Fungsi simbolik dan emotif menonjol dalam
komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi efektif menonjol dalam komunikasi estetik.
Sedangkan Buhler yang dikutip dalam
bukunya Amsal Bahtiar membedakan fungsi bahasa kedalam bahasa ekspresif, bahasa
konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang
terarah pada diri sendiri yakni sipembicara; bahasa konatif, yaitu bahasa yang
terarah pada lawan bicara; dan bahasa representasional, yaitu bahasa yang
terarah pada kenyataan lainya, yaitu apa saja selain si pembicara atau lawan
bicara.
Desmon Morris mengungkapkan 4 fungsi
bahasa yaitu, (1) Information talking,
pertukaran keterangan dan informasi, (1) mood
talking, hal in sama dengan fungsi bahasa ekspresif yang dikemukakan oleh
Buhler, (3) exploratory talking, sebagai
ajaran untuk kepentingan ujaran, sebagaiman fungsi estetis, dan (4) grooming talking, tuturan yang sopan
yang maksudnya kerukunan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk
mempelancar proses sosial dan menghindari pertentangan.
2.
Bahasa
Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Untuk dapat berpikir ilmiah,
seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan
ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujuan yang akan digapai akan terwujud.
Di samping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana
berupa bahasa, matematika, statistika, dan logika.
Berbicara masalah sarana
ilmiah, ada dua hal yang harus
diperhatikan, yaitu pertama, sara ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian
bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah, seperti menggunakan pola pikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan
pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajarai sarana ilmiah adalah agar dapat
melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Adapun ciri-ciri bahasa ilmiah yaitu:
- Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalah pahaman Informasi.
- Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
- Intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya
- Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif
Dengan demikian, jika hal tersebut
dikaitkan dengan berpikir ilmiah, sara ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang
pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah.
Sarana berpikir ini juga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode
ilmiah dalam mendapatkan pengetahuan. Ini sebabnya sarana ini adalah alat bantu
proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
3.
Bahasa
Ilmiah dan Bahasa Agama
Telah diutarakan sebelumnya bahwa
bahasa ilmiah adalah bahasa yang diguanakan dalam kegiatan ilmiah, berbeda
dengan bahasa agama. Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama yaitu :
a. Bahasa agama
adalah kalam ilahi yang terabadikan
dalam kitab suci
b. Bahasa agama
merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok
sosial
Dari pernyataan diatas bahasa agama
merupakan wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana
ahli agama, meskipun tidak selalu menunjukan serta menggunakan
ungkapan-ungkapankitab suci. Walaupun ada perbedaan antara kedua bahasa ini namun
keduanya merupakan sarana unuk menyampaikan suatu dengan gaya bahasa yang khas.
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan
ilmiah, terutama sejarah, selalu dituntut secara deskriptif sehimgga
memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menafsirkan dan mengembangkan
lebih jauh. Sedangkan bahasa agama selain menggunakan gaya deskriptif juga
menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang dikandung selalu
bersifat imperatif dan persuasif dimana pengarang menghendaki si pembaca
mengikuti pesan pengarang sebagaimana terfomulasikan dalam teks.
4.
Kekurangan
Bahasa
Bahasa sebagai salah satu sarana
berpikir ilmiah memegang peran yang penting mengingat bahasa merupakan alat
komunikasi manusia dalam peranannya sebagai mahluk sosial yang berinteraksi
dengan manusia lain. Namun ada beberapa gejala yang dalam keadaan tertentu
menjadi kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi. Kekurangan ini pada
hakekatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multi fungsi
yaknii sebaga sarana komunikasi emotif, efektif, dan simbolik. Dalam komunikasi
ilmiah harus menggunakan ketiga fungsi tersebut.
Kekurangan yang kedua terletak pada
arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun
bahasa. Dan yang selanjutnya dalam kondisi tertentu bahasa bersifat majemuk
(pluralistik). Hal ini terlihat dengan adanya kata yang memiliki lebih dari
satu arti, misalnya “bisa” melambangkan dua konsep yang berbeda dalam kalimat
“bisa ular itu bisa mematikan”. Kata bisa yang pertama mmenyimbolkan racun,
sedangkan kata bisa yang kedua menyimbolkan mampu atau dapat.
Kelemahan selanjutnya darri bahasa
yaitu dalam kondisi tertentu bahasa bersifat berputar-putar(sirkular). Dalam
menggunakan kata-kata terutama dalam pemberian devinisi dari suatu kata. Kata
“data” misalnya, diartikan sebagai bahan yang diolah menjadi nformasi, dan kata
informasi diartikan sebagai keterangan yang didapat dari data. Hal ini tentu
dapat menimbulkan kebingungan atau ketidakjelasan. Beberapa kelemahan bahasa
sebagai sarana komunikasi ilmiah ini menjadi bahan pemikiran yang
sungguh-sungguh dari para filsafat modern. Kekacauan filsafat menurut Wittgetstein
dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa kebanyakan dari
pernyataan dsn pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka menguasai
logika berbahasa.
c.
Matematika
Dalam abad
ke-20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik
matematika ini sangat sederhana hanya untuk menghitung satu,dua, tiga, maupun
yang sampai sangat rumit, misalnya penghitungan antariksa. Untuk melakuakan
kegiatan ilmiah secara lebih baik diperlukan sarana berfikir salah satunya
adalah Matematika. Sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelahaan ilmiah
secara teratur dan cermat. Penguasaan secara berfikir ini ada dasarnya
merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus
ditempuh.
Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka
ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Dengan
demikian, penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif.
Bahasa verbal berfungsi dengan baik dalam kedua tahap yang pertama namun dalam
tahap yang ketiga maka pengetahuan membutuhkan matematika. Lambang-lambang
matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan mengandung informasi
tentang obyek tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran.
Di
samping sebagai bahasa maka matematika
juga berfungsi sebagai alat alat berpikir. Ilmu merupakan pengetahuan yang
mendasarkan kepada analisis alam menarik kesimpulan menurut suatu pola berpikir
tertentu. Matematika menurut Wittgenstein adalah metode berpikir logis.
Berdasarkan perkembanganya maka masalah yang dihadapi logika makin lama makin
rumit dan membutuhkan struktur analisi yang lebih sempurna. Dalam perspektif
ini lah maka logika berkembang menjadi matematika, seperti disimpulkan oleh
Bertrand Russell “matematka adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika
adalah masa kecil matematika. Lalu Imanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa
matematika merupakan pengetahuan sintetik
a priori dimana eksistensi matematika tergantung kepada dunia pengalaman
kita. Menurut Wittgenstein perhitungan matematika bukanlah suatu eksperimen,
sebuah pernyataan matematika tidaklah mengekspresikan produk pikiran (tentang
objek yang faktual). Selanjutnya Wittgenstein membuktikan bahwa 2x2=4 merupakan
suatu proses deduktif.
Griffits dan
hownson (1974) membagi sejara matematika menjadi empat tahap. Tahap yang
pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada peradaban Mesir Kuno dan
daerah sekitarnya sperti Babylonia dan Mesopotamia. Waktu itu matematika telah
dipergunakan dalam perdagangan, pertanian, bangunan dan usaha mengontrol alam
seperti banjir. Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik
yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat.
Matematika
dalam hubunganya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan ganda, kata Fehr,
yakni sebagai ratu dan sekaligus pelayanan ilmu. Di satu pihak, sebagai ratu
matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan dilain pihak,
sebagai pelayan matematika memberikan bukan saja sistem pengorganisasian ilmu
yang bersifat logis namun juga pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk model
matematik.
Matematika
dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri.
Sekitar 3500 tahun S. M bangga Mesir Kuno telah mempunyai simbol yang telah
melambangkan angka-angka. Para pendeta mereka merupakan ahli matemtika yang
pertama, yang melakukan pengukuran pasang surutnya sungai nil dan meramalkan
timbulnya banjir, seperti apa yang sekarang kita lakukan diabad ke dua puluh di
kota metro politan Jakarta. Matematika merupakan bahasa artifisial yang
dikembangkan untuk menjawab kekurangan bahasa verbal yang bersifat alamiah.
Untuk itu maka diperlukan usaha tertentu untuk menguasai matematika dalam
bentuk kegiatan belajar. Jurang antara mereka yang belajar dan mereka yang
tidak (atau enggan) belajar ternyata makin lama makin lebar, matematika makin
lama makinn bersifat abstrak dan esoterik yang makin jauh dari tangkapan orang
awam, magis dan misterius seperti mantera-mantera pendeta mesir kuno.
1.
Matematika sebagai Bahasa
Matematika
adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian pernyataan
yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial”
yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Bahasa
verbal mempunyai beberapa kekurangan. Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat
pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini kita
katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat
majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
Lambang-lambang
dari matematika yang dibuat secara artifisial dan individual yang merupakan
perjanjian yang berlaku khusu untuk masalah yang kita kaji. Sebuah objek yang
kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja sesui dengan perjanjian kita.
Matematika mempunyai kelebiahan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematikan mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan
pengukuran secara kuantitatif. Dalam bahasa verbal, bila kita membandingkan dua
objek yang berlainan, umpamanya gajah dan semut. Kalau kita ingin menelusuri
lebih lanjut seberapa besar gajah dibandingkan dengan semut maka kita
menngalami kesukaran dalam mengemukakan hubungan itu. Kemudian jika sekiranya
kita ingin mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan
semut, dengan bahasa verbal kita tidak dapat mengatakan apa-apa.
Bahasa
verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Demikian
juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmu bahasa verbal
semuanya bersifat kualitatif. Sifat kuantitatif dari matematika meningkatkan
daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu membrikan jawaban yang lebih
bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan
cermat. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap
kualitatif ke kuantitatif. perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif
bila kita menghendaki daya prediksi dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat.
2.
Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika
merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya
yang terdapat didalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi
(penjabaran-penjabaran). Bagaimana orang dapat secara tepat mengetahui
ciri-ciri deduksi, merupakan satu masalah pokok yang dihadapi oleh filsafat
ilmu. Dewasa ini pendirian yang paling banyak dianut orang bahwa deduksi ialah
penalaran yang sesuai dengan hukum-hukum serta aturan-aturan logika formal,
dalam hal ini orang menganggap tidaklah mungkin titik tolak yang benar
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak benar.
Matematika
merupakan pengetahuan dan sarana berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan
adalah bahasa artifisial, yakni bahasa buatan.
Keistimewaan bahasa in adalah terbebas dari aspek emotif dan efektif
serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Matematika lebih mementingkan bentuk
logisnya. Pernyataan-pernyataan mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir
deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang
merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis
yang kebenaranya telah ditentukan. Misalnya kita tahu bahwa jumlah sudut dalam
suatu segitiga adalah 180 derajat. Pengetahuan ini mungkin saja kita tahu
dengan jalan mengukur sudut dalam suatu segitiga kemudian menjumlahkannya.
Dipihak lain pengetahuan bisa didapatkan secara deduktif dengan menggunakan
matematika. Seperti diketahui bahwa berpikir deduktif adalah proses pengambilan
kesimpulan yang didasarkan kepada premis-presmis yang kebenaranya telah
ditentukan. Untuk menghitung jumlah sudut dalam segitiga tersebut kita dapat
mendasarkan pada presmis bahwa jumlah sudut yang dibentuk kedua garis sejajar
tersebut dengan garis ketiga adalah sama. Premis kedua adalah bahwa jumlah
sudut yang dibentuk suatu garis lurus adalah 180 derajat. Kedua premis ini
kemudian kita terapkan dalam berpikir deduktif untuk menghitung jumlah sudut
dalam sebuah segitiga.
Jadi dengan
contoh seperti itu secara deduktif matematika menemuka pengetahuan yang baru
didasarkan pada premis-premis tertentu. Pengetahuan yang ditemukan ini
sebenarnya hanyalah merupakan konsekuensi dari pernyatan-pernyataan ilmiah yang
telah ditentukan sebelumnya. Namun pengetahuan yang dapat secara deduktif ini
sangat berguna. Dari beberapa permis yang telah kita ketahui kebenaranya dapat
ditemukan pengetahuan-pengetahuan lain yang dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Matematika mempunyai
kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan
bahasa numerik yang menginginkan kita untuk melakukan pengukuran secara
kuantitatif. bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat
kualitatif. Demikian juga maka penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh ilmu
dalam bahasa verbal semuanya bersifat kualitatif.
d. Statistika
Statistik
diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh negara dan berguna
bagi negara .
Secara
etimologi, kata Statistik berasal dari kata “status” (latin) yang punya
persamaan arti dengan “state” (bahasa inggris) dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia adalah Negara. Pada mulanya Statistik diartikan sebagai kumpulan
bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun
yang tidak berwujud (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan
yang besar bagi suatu Negara. Perkembangannya, arti kata Statistik hanya
dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)
saja.
Secara
terminologi, dewasa ini istilah Statistik terkandung berbagai macam pengertian
:
1. Statistik
kadang diberi pengertian sebagai data Statistik yaitu kumpulan bahan keterangan
berupa angka atau bilangan
2. Kegiatan
Statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan;
3. Metode
Statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka
mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan menganalisis dan memberikan
interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat
berbicara atau dapat memberikan pengertian makna tertentu.
4. Ilmu
statistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara
ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan Statistik. Adapun metode dan
prodesur yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam rangka :
a. Pengumpulan
data angka;
b. Penyusunan
atau pengaturan data angka;
c. Penyajian
atau penggambaran atau pelukisan data angka;
d. Penganalisaan
terhadap data angka;
e. Penarikan
kesimpulan (conclusion);
f. Pembuatan
perkiraan (estimation);
g. Penyusunan
ramalan (prediction) secara ilmiah.
Dalam
kamus ilmiah popular, kata Statistik berarti table, grafik, data informasi,
angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan,
analisis dan klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi. Jadi
statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam
keadaan yang tidak menentu.
Statistika
banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam (misalnya
astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan
psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri. Statistika juga
digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk
merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya
yang sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya
dilakukan sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil
pemilu) atau quick count. Di bidang komputasi, statistika dapat pula diterapkan
dalam pengenalan pola maupun kecerdasan buatan.
Beberapa
perkembangan ilmu statistik :
1. Braham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan
(theory of error).
2.
Tahun 1757,
Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut
(continues distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang banyak.
3. Pierre Simon
de Lacplace (1749-1827) mengembangkan konsep demoire dan Simpson ini lebih
lanjut, dan menemukan distribusi normal.
4.
Distribusi
lain, yang tidak berupa kurva normal kemudian ditemukan oleh Francis Galton
(1822-1911) dan Karl Pearson (1857-1936).
5.
Karl
Friedrich Gauss (1777-1855) kemudian mengembangkan teknik kuadrat terkecil
(least square) simpangan baku, galat baku untuk rata-rata (the standard error
of mean)
Statistik dan cara berfikir induktif.
Ilmu
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua penyataan ilmiah adalah bersifat faktual, di mana
konsekuensinya dapat diuji dengan baik dengan jalan mempergunakan panca indera,
meupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu panca indera tersebut.
Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah
yang membedakan ilmu dari pengetahuan pengetahuna lainnya. Pengujian merupakan
suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipitesa yang diajukan.
Sekiranya hipotesa itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan
hipotesis tersebut diterima atau disahkan kebenarannya. Sebaliknya jika
hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesa itu ditolak.
Pengujian
mengharuskan untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang
bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi
rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai tinggi rata-rata anak
yang dimaksud itu merupakan suatu kesimpulan umum yang ditarik dalam
kasus-kasus anak umum 10 tahun di tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik
kesimpulan berdasarkan logika induktif. Di pihak lain maka penyusunan hipotesis
merupakan penarikan kesimpulan yang bersifat khas dari pernyataan yang bersifat
umum dengan mempergunakan deduksi.
Penarikan
kesimpulan tidak sama dan tidak boleh dicampur adukan, Logika deduktif
berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan,
sedangkan logika induktif berpaling kepada statistik. Statistik merupakan
pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama.
Hubungan Antara Sarana Ilmiah
Bahasa, Matematika, logika dan Statistika
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, agar dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana yang berupa
bahasa, matematika, logika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa
merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran
tersebut kepada orang lain.
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan
gabungan berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu penalaran ilmiah
menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika
mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah
ini saling berhubungan erat satu sama lain
Peranan statistika dalam tahap-tahap Metode Keilmuan
Langkah-langkah yang lazim
dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat dirinci sebagai berikut;
a. Observasi
Statistik
dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis yang akan dipakai dalam
observasi.
b. Hipotesis
Untuk
menerangkan fakta yang diobservasi, dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam
sebuah hipotesis. Dalam tahap kedua ini statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan hasil observasi.
c. Ramalan
Dari
hipotesis dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan memenuhi syarat
deduksi akan menjadi pengetahuan baru. Fakta baru ini disebut ramalan.
d. Pengujian kebenaran
Untuk
menguji kebenaran ramalan, mulai dari tahapan-tahapan berulang seperti sebuah
siklus.
e. Logika
Logika adalah sarana berpikir
sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir.
Hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya dapat
digunakan secara sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan
panjang itu.
1. Aturan Cara
Berpikir yang Benar
Kondisi adalah hal-hal yang harus
ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni
berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:
a. Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk
berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk
mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya; manggerakkan si
pemikir untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang
benar. Misalnya, menyederhanakan kenyataan, menyempitkan cakrawala/perspektif,
berpikir terkotak-kotak. Cinta terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan
(jauh dari kemalasan, jauh dari takut sulit, dan jauh dari kecerobohan) serta
diwujudkan dengan kejujuran, yakni disposisiatau sikap kejiwaan(dan pikiran)
yang selalu siap sedia menerima kebenaran meskipun berlawanan dengan prasangka
dan keinginan/kecenderungan pribadi atau golongannya.
b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda
kerjakan
Kegiatan yang sedang dikerjakan
adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha
terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan
tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita harus
bergerak melalui berbagai macam langkah dan kegiatan.
c.
Ketahuilah (dengan sadar) apa yang Anda katakan
Pikiran diungkapkan ke dalam
kata-kata. Kecermatan pikiran diungkapkan ke dalam kecermatan kata-kata,
karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang
tidak boleh ditawar lagi. Anda senantiasa perlu menguasai ungkapan pikiran
kedalam kata tersebut. Waspadalah terhadap term-term ekuivokal (bentuk sama,
tetapi arti berbeda), analogis (bentuk sama, arti sebagian sama sebagian berbeda).
Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa) dari hal-hal yang Anda katakan.
d.
Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian
(klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua hal yang tidak
mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian
dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah
perlu dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan. Karena realitas begitu luas,
perlu diadakan pembagian ( klasifikasi). Peganglah suatu prinsip pembagian yang
sama, jangan sampai Anda menjumlahkan bagian atau aspek realitas prinsip
klasifikasi yang sama.
e.
Cintailah definisi yang tepat
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan
sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau yang
dimaksudkan. Karenanya jangan segan membuat definisi. Definisi artinya
pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu. Hindari uraian-uraian yang
tidak jelas artinya.
f.
Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan
begini atau begitu
Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi,
implikasi-implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan
(assertion), pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat. Jika bahan yang ada
tidak cukup atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan
diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan (membuat
reserve) dalam kesimpulan.
g. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha
dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan,
demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran).
Dalam belajar logika Ilmiah (scientific) kita tidak
hanya mau tahu hukum-hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar
untuk tahu saja. kita perlu juga;
1) Dalam praktik, menjadi
cakap dan cekatan berpikir sesuai dengan hukum, prinsip, bentuk berpikir yang
betul, tanpa mengabaikan dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika
ilmiah melengkapi dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir
kritis, yakni berpikir secara menentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan
berpikir yang baik.
2) Selanjutnya sanggup mengenali
jenis-jenis, macam-macam, nama-nama, sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan
sanggup menghindari, juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan
semestinya.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat di
simpulkan bahwa berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut
juga sebagai proses bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat
dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah
pola penalaran yang berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam
sekelilingnya. Sedangkan berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan
sarana tertentu secara teratur dan cermat. Adapun salah satu pendapat dari para
ahli mendefinisikan atau berpendapat bahwa berfikir ilmiah adalah berfikir yang
logis dan empiris. Logis masuk akal, empiris dibahas secara mendalam
berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan .
Agar dapat melakukan kegiatan
berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika,
matematika, dan statistika. Di tijau
dari pola pikirnya maka ilmu pengetahuan gabungan antara berpikir deduktif.
Untuk itu, penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir
deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif jadi keempat sarana ilmiah ini salaing berhubungan erst satu sama
lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta:
Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar